Minggu, 06 Mei 2012

Sejarah Pendidikan Islam

Pendidikan Islam Pada Masa Orde Baru

Kalau dirujuk kebelakang, memang sejak tahun 1966 terjadi perubahan besar pada bangsa Indonesia baik itu menyangkut kehidupan sosial agama maupun politik. Pada Orde Baru tekad yang di embank yaitu kembali pada UUD 1945 dan melaksanakannya secara murni dan konsekwen sehingga pendidikan agama memperoleh tempat yang kuat dalam struktur pemerintahan.

Pada masa Orde Baru pendidikan Islam dikembangkan masih dalam batas pemahaman dan pengembangan pengetahuan saja, baru setelah masuk pada abad 21 maka pendidikan Islam lebih difokuskan pada penerapan atau aktualisasi dari ilmu pengetahuan dan selalu didasrkan oleh keimanan dan ketakwaan. Hal ini sesuai dengan beberapa strategi yang diterapkan di sekolah-sekolah guna peningkatan kualitas peserta didiknya baik dari aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik sebagai landasan menuju pembaharuan masyarakat islam yang maju.

Pada masa itu juga banyak jalan-jalan yang ditempuh untuk menyetarakan antara pendidikan agama dan pendidikan Umum. Hal ini bias dilihat dari surat keputusan bersama (SKB) 2 mentri tentang sekolah Umum dan Agama. Dengan adanya SKB tersebut, maka anak-anak yang sekolah agama bias melanjutkan kesekolah yang lebih tinggi. Kemudian untuk mengikis dualisme pendidikan bias dilakukan dengan cara pengintegrasian antara pelajaran umum dan agama, walaupun dualisme itu masalah klasik yang tidak mudah untuk dihapus.

Tehknik pelaksanaan pendidikan agama di sekolah-kolah umum mengalami perubahan-perubahan tertentu sehubungan dengan perkembangan cabang ilmu pengetahuan dan perubahan system proses belajar mengajar. Pendidikan Islam dengan pendidikan nasional semakin Nampak dalam rumusan pendidikan nasional yaitu pendidikan nasional ialah usaha sadar untuk membangun manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, nilai budaya, pengetahuan, keterampilan, daya estetik, dan jasmaniany sehingga dia dapat mengembangkan dirinya dan bersama-sama dengan sesame manusia membangun masyarakatnya serta membudidayakan alam sekitar.

  Tokoh-tokoh Pendidikan Islam Di Indonesia

Adapun tokoh-tokoh pendidikan Islam di Indonesia antara lain:

1)    Kyai Haji Ahmad Dahlan (1869-1923)

K.H Ahmad Dahlan dilahirkan di Yogyakarta pada tahun 1869 M dengan nama kecilnya Muhammad Darwis, putra dari K.H Abu Bakar Bin Kyai Sulaiman, khatib di Masjid besar (Jami’) kesultanan Yogyakarta. Ibunya adalah putri Haji Ibrahim, seorang penghulu Setelah beliau menamatkan pendidikan dasarnya di suatu Madrasah dalam bidang Nahwu, Fiqih dan Tafsir di Yogyakarta beliau pergi ke Makkah pada tahun 1890 dan beliau menuntut ilmu disana selama satu tahun. Salah seorang gurunya Syekh Ahmad Khatib. Sekitar tahun 1903 beliau mengunjungi kembali ke Makkah dan kemudian menetap di sana selama dua tahun

Beliau adalah seorang yang alim luas ilmu pengetahuanya dan tiada jemu-jemunya beliau menambah ilmu dan pengalamanya. Dimana saja ada kesempatan sambil menambah atau mencocokan ilmu yang telah diperolehnya. Observation lembaga pernah beliau datangi untuk mencocokan tentang ilmu hisab. Beliau ada keahlian dalam ilmu itu. Perantauanya kelauar pulau jawa pernah sampai ke Medan. Pondok pesantren yang besar-besar di Jawa pada waktu itu banyak dikunjungi.

Cita-cita K.H Ahmad Dahlan sebagai seorang ulama adalah tegas, beliau hendak memperbaiki masyarakat Indonesia berlandaskan cita-cita agama Islam. Usaha-usahanya ditujukan hidup beragama, keyakinan beliau ialah bahwa untuk membangun masyarakat bangsa harus terlebih dahulu dibangun semangat bangsa. K.H Ahmad Dahlan pulang ke Rahmatullah pada Tahun 1923 M Tanggal 23 Pebruari dalam usia 55 Tahun dengan meninggalkan sebuah organisasi Islam yang cukup besar dan di segani karena ketegaranya.

2)    K.H Hasim Asy’ari (1971-1947)

K.H Hasim Asy’ari dilahirkan pada tanggal 14 Februari tahun 1981 M di Jombang Jawa Timur mula-mula beliau belajar agama Islam pada ayahnya sendiri K.H Asy’ari kemudian beliau belajar di pondok pesantren di Purbolinggo, kemudian pindah lagi ke Plangitan Semarang Madura dan lain-lain.

 Sewaktu beliau belajar di Siwalayan Panji (Sidoarjo) pada tahun 1891, K.H Ya’kub yang mengajarnya tertarik pada tingkahlakunya yang baik dan sopan santunya yang harus, sehingga ingin mengambilnya sebagai menantu, dan akhirnyabeliau dinikahkan dengan putri kiyainya itu yang bernama Khadijah (Tahun 1892). Tidak lama kemudian beliau pergi ke Makkah bersama istrinya untuk menunaikan ibadah haji dan bermukim selama setahun, sedang istrinya meninggal di sana.

Pada kunjunganya yang kedua ke Makkah beliau bermukim selama delapan tahun untuk menuntut ilmu agama Islam dan bahasa Arab. Sepulang dari Makkah beliau membuka pesantren Tebuiring di Jombang (pada tanggal 26 Rabiul’awal tahun 1899 M)
Jasa K.H Hasim Asya’ari selain dari pada mengembangkan ilmu di pesantren Tebuireng ialah keikutsertaanya mendirikan organisasi Nahdatul Ulama, bahkan beliau sebagai Syekul Akbar dalam perkumpulan ulama terbesar di Indonesia.

Sebagai ulama beliau hidup dengan tidak mengharapkan sedekah dan belas kasihan orang. Tetapi beliu mempunyai sandaran hidup sendiri yaitu beberapa bidang sawah, hasil peninggalanya. Beliau seorang salih sungguh beribadah, taat dan rendah hati. Beliau tidak ingin pangkat dan jabatan, baik di zaman Belanda atau di zaman Jepang kerap kali beliau deberi pangkat dan jabatan, tetapi beliau menolaknya dengan bijaksana.

Banyak alumni Tebuiring yang bertebarang di seluruh Indonesia, menjadi Kyai dan guru-guru agama yang masyhur dan ada diantra mereka yang memegang peranan penting dalam pemerintahan Republik Indonesia, seperti mentri agama dan lain-lain (K.H A. Wahid Hasyim, dan K.H Ilyas).

K.H Asy’ari wafat kerahmatullah pada tanggal 25 Juli 1947 M dengan meninggalkan sebuah peninggalan yang monumental berupa pondok pesantren Tebuiring yang tertua dan terbesar untuk kawasan jawa timur dan yang telah mengilhami para alumninya untuk mengembangkanya di daerah-daerah lain walaupun dengan menggunakan nama lain bagi pesantren-pesantren yang mereka dirikan.

3)    K.H Abdul Halim (1887-1962)

K.H Abdul Halim lahir di Ciberelang Majalengka pada tahun 1887. beliau adlah pelopor gerakan pembeharuan di daerah Majalengka Jawa Barat yang kemudian berkembang menjadi Perserikatan Ulama, dimulai pada tahun 1911. yang kemudian berubah menjadi Persatuan Umat Islam (PUI) pada tanggal 5 April 1952 M. Kedua orang tuanya berasal dari keluarga yang taat beragama (ayahnya adalah seorang penghulu di Jatiwangi), sedangkan famili-familinya tetap mempunyai hubungan yang erat secara keluarga dengan orang-orang dari kalangan pemerintah.

K.H Abdul Halim memperoleh pelajaran agama pada masa kanak-kanak dengan belajra diberbagai pesantren di daerah Majalengka sampai pada umur 22 Tahun. Ketika beliau pergi ke Makkah untuk naik haji dan untuk melanjutkan pelajaranya.

Pada umumnya K.H Abdul Halim berusaha untuk menyebarkan pemikiranya dengan toleransi dan penuh pengertian. Dikemukakan bahwa beliau tidak pernah mengecam golongan tradisi ataupun organisasi lain yang tidak sepaham dengan beliau, tablignya lebih banyak merupakan anjuran untuk menegakan etika di dalam masyarakat dan bukan merupak kritik tentang pemikiran ataupun pendapat orang lain.

Pada tanggal 7 Mei 1962 K.H Abdul Halim pulang kerahmatullah di Majalengka Nawa Barat dalam usia 75 Tahun dan dalam keadaan tetap teguh berpegang pada majhab Safi’i.

Pendidikan


Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.

Filosofi pendidikan

Pendidikan biasanya berawal saat seorang bayi itu dilahirkan dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan bisa saja berawal dari sebelum bayi lahir seperti yang dilakukan oleh banyak orang dengan memainkan musik dan membaca kepada bayi dalam kandungan dengan harapan ia bisa mengajar bayi mereka sebelum kelahiran.
Bagi sebagian orang, pengalaman kehidupan sehari-hari lebih berarti daripada pendidikan formal. Seperti kata Mark Twain, "Saya tidak pernah membiarkan sekolah mengganggu pendidikan saya."[rujukan?]
Anggota keluarga mempunyai peran pengajaran yang amat mendalam, sering kali lebih mendalam dari yang disadari mereka, walaupun pengajaran anggota keluarga berjalan secara tidak resmi.

Fungsi pendidikan

Menurut Horton dan Hunt, lembaga pendidikan berkaitan dengan fungsi yang nyata (manifes) berikut:
  • Mempersiapkan anggota masyarakat untuk mencari nafkah.
  • Mengembangkan bakat perseorangan demi kepuasan pribadi dan bagi kepentingan masyarakat.
  • Melestarikan kebudayaan.
  • Menanamkan keterampilan yang perlu bagi partisipasi dalam demokrasi.
Fungsi laten lembaga pendidikan adalah sebagai berikut.
  • Mengurangi pengendalian orang tua. Melalui pendidikan, sekolah orang tua melimpahkan tugas dan wewenangnya dalam mendidik anak kepada sekolah.
  • Menyediakan sarana untuk pembangkangan. Sekolah memiliki potensi untuk menanamkan nilai pembangkangan di masyarakat. Hal ini tercermin dengan adanya perbedaan pandangan antara sekolah dan masyarakat tentang sesuatu hal, misalnya pendidikan seks dan sikap terbuka.
  • Mempertahankan sistem kelas sosial. Pendidikan sekolah diharapkan dapat mensosialisasikan kepada para anak didiknya untuk menerima perbedaan prestise, privilese, dan status yang ada dalam masyarakat. Sekolah juga diharapkan menjadi saluran mobilitas siswa ke status sosial yang lebih tinggi atau paling tidak sesuai dengan status orang tuanya.
  • Memperpanjang masa remaja. Pendidikan sekolah dapat pula memperlambat masa dewasa seseorang karena siswa masih tergantung secara ekonomi pada orang tuanya.
Menurut David Popenoe, ada empat macam fungsi pendidikan yakni sebagai berikut:
  • Transmisi (pemindahan) kebudayaan.
  • Memilih dan mengajarkan peranan sosial.
  • Menjamin integrasi sosial.
  • Sekolah mengajarkan corak kepribadian.
  • Sumber inovasi sosial.